Artikel Tentang Filsafat
Pengertian Filsafat1. Arti filsafat
Apakah filsafat itu? Bagaimana definisinya? Demikianlah pertanyaan pertama
yang kita hadapi tatkala akan mempelajari ilmu filsafat. Istilah
"filsafat" dapat ditinjau dari dua segi, yakni:
a. Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab 'falsafah',
yang berasal dari bahasa Yunani, 'philosophia', yang berarti 'philos' =
cinta, suka (loving), dan 'sophia' = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi
'philosophia' berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada
kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi
bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut 'philosopher',
dalam bahasa Arabnya 'failasuf".
Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan
hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
b. Segi praktis : dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti
'alam pikiran' atau 'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun
tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir
secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa
"setiap manusia adalah filsuf". Semboyan ini benar juga, sebab semua
manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab
tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan
sungguh-sungguh dan mendalam.
Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan
memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata
lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat
kebenaran segala sesuatu.
Beberapa definisi
Kerana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil
kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara
berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf
Barat dan Timur di bawah ini:
a. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid
Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan
tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran
yang asli).
b. Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmua
pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika
(filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
c. Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi,
merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung dan
usaha-usaha untuk mencapainya.
d. Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina,
mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan
bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
e. Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut raksasa pikir Barat,
mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang
mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
" apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)
" apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika)
" sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi)
f. Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat
adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya
suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan
jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada
kesimpulan-kesimpulan yang universal.
g. Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu filsafat adalah ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam
semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan
bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Kesimpulan
Setelah mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas dapatlah disimpulkan
bahwa:
a. Filsafat adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba menjawab masalah-masalah
yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana
masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
b. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk
memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis
hakikat sarwa yang ada, yaitu:
" hakikat Tuhan,
" hakikat alam semesta, dan
" hakikat manusia,
serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut. Perlu
ditambah bahwa definisi-definisi itu sebenarnya tidak bertentangan, hanya
cara mengesahkannya saja yang berbeda.
2. Cara membatasi filsafat
Kerana sangat luasnya lapangan ilmu filsafat, maka menjadi sukar pula
orang mempelajarinya, dari mana hendak dimulai dan bagaimana cara
membahasnya agar orang yang mempelajarinya segera dapat mengetahuinya.
Pada zaman modern ini pada umunya orang telah sepakat untuk mempelajari
ilmu filsafat itu dengan dua cara, yaitu dengan memplajari sejarah
perkembangan sejak dahulu kala hingga sekarang (metode historis), dan
dengan cara mempelajari isi atau lapangan pembahasannya yang diatur dalam
bidang-bidang tertentu (metode sistematis).
Dalam metode historis orang mempelajari perkembangan aliran-aliran
filsafat sejak dahulu kala sehingga sekarang. Di sini dikemukakan riwayat
hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran
filsafatnya tentang logika, tentang metafisika, tentang etika, dan tentang
keagamaan. Seperti juga pembicaraan tentang zaman purba dilakukan secara
berurutan (kronologis) menurut waktu masing masing.
Dalam metode sistematis orang membahas langsung isi persoalan ilmu
filsafat itu dengan tidak mementingkan urutan zaman perjuangannya
masing-masing. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam
bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan
mana yang benar dan mana yang salah menurut pertimbangan akal, bagaimana
cara berpikir yang benar dan mana yang salah. Kemudian dalam bidang etika
dipersoalkan tentang manakah yang baik dan manakah yang baik dan manakah
yang buruk dalam pembuatan manusia. Di sini tidak dibicarakan
persoalan-persoalan logika atau metafisika. Dalam metode sistematis ini
para filsuf kita konfrontasikan satu sama lain dalam bidang-bidang
tertentu. Misalnya dalam soal etika kita konfrontasikan saja pendapat
pendapat filsuf zaman klasik (Plato dan Aristoteles) dengan pendapat
filsuf zaman pertengahan (Al-Farabi atau Thimas Aquinas), dan pendapat
filsuf zaman 'aufklarung' (Kant dan lain-lain) dengan pendapat-pendapat
filsuf dewasa ini (Jaspers dan Marcel) dengan tidak usah mempersoalkan
tertib periodasi masing-masing. Begitu juga dalam soal-soal logika,
metafisika, dan lain-lain.
3. Cabang-cabang filsafat
Telah kita ketahui bahwa filsafat adalah sebagai induk yang mencakup semua
ilmu khusus. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus
itu satu demi satu memisahkan diri dari induknya, filsafat. Mula-mula
matematika dan fisika melepaskan diri, kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu
lain. Adapun psikologi baru pada akhir-akhir ini melepaskan diri dari
filsafat, bahkan di beberapa insitut, psikologi masih terpaut dengan
filsafat.
Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak
mati, tetapi hidup dengan corak baru sebagai 'ilmu istimewa' yang
memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Yang
menjadi pertanyaan ialah : apa sajakah yang masih merupakan bagian dari
filsafat dalam coraknya yang baru ini? Persoalan ini membawa kita kepada
pembicaraan tentang cabang-cabang filsafat.
Ahi filsafat biasanya mempunyai pembagian yang berbeda-beda. Cuba
perhatikan sarjana-sarjana filsafat di bawah ini:
1. H. De Vos menggolongkan filsafat sebagai berikut:
" metafisika,
" logika,
" ajaran tentang ilmu pengetahuan
" filsafat alam
" filsafat sejarah
" etika,
" estetika, dan
" antropologi.
2. Prof. Albuerey Castell membagi masalah-masalah filsafat menjadi enam
bagian, yaitu:
" masalah teologis
" masalah metafisika
" masalah epistomologi
" masalah etika
" masalah politik, dan
" masalah sejarah
3 Dr. Richard H. Popkin dan Dr Avrum Astroll dalam buku mereka, Philosophy
Made Simple, membagi pembahasan mereka ke dalam tujuh bagian, yaitu:
" Section I Ethics
" Section II Political Philosophy
" Section III Metaphysics
" Section IV Philosophy of Religion
" Section V Theory of Knowledge
" Section VI Logics
" Secton VII Contemporary Philosophy,
4. Dr. M. J. Langeveld mengatakan: Filsafat adalah ilmu Kesatuan yang
terdiri atas tiga lingkungan masalah:
" lingkungan masalah keadaan (metafisika manusia, alam dan seterusnya)
" lingkungan masalah pengetahuan (teori kebenaran, teori pengetahuan,
logika)
" lingkungan masalah nilai (teori nilai etika, estetika yang bernilai
berdasarkan religi)
5. Aristoteles, murid Plato, mengadakan pembagian secara kongkret dan
sistematis menjadi empat cabang, yaitu:
a) Logika. Ilmu ini dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.
b) Filsafat teoretis. Cabang ini mencangkup:
" ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi dari alam nyata ini,
" ilmu matematika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu dalam
kuantitasnya,
" ilmu metafisika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu. Inilah yang
paling utama dari filsafat.
c) Filsafat praktis. Cabang ini mencakup:
" ilmu etika. yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup
perseorang
" ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran di dalam negara.
d) Filsafat poetika (Kesenian).
Pembagian Aristoteles ini merupakan permulaan yang baik sekali bagi
perkembangan pelajaran filsafat sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari
secara teratur. Ajaran Aristoteles sendiri, terutama ilmu logika, hingga
sekarang masih menjadi contoh-contoh filsafat klasik yang dikagumi dan
dipergunakan.
Walaupun pembagian ahli yang satu tidak sama dengan pembagian ahli-ahli
lainnya, kita melihat lebih banyak persamaan daripada perbedaan. Dari
pandangan para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat
dalam coraknya yang baru ini mempunyai beberapa cabang, yaitu metafisika,
logika, etika, estetika, epistemologi, dan filsafat-filsafat khusus
lainnya.
1. Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat
yang bersifat transenden, di luar jangkauan pengalaman manusia.
2. Logika: filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah.
3. Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk.
4. Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek.
5. Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan.
6. Filsafat-filsafat khusus lainnya: filsafat agama, filsafat manusia,
filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat alam, filsafat pendidikan, dan
sebagainya.
Seperti telah dikatakan, ilmu filsafat itu sangat luas lapangan
pembahasannya. Yang ditujunya ialah mencari hakihat kebenaran dari segala
sesuatu, baik dalam kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika),
maupun dalam mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Maka persoalannya
menjadi apakah sesuatu itu hakiki (asli) atau palsu (maya).
Dari tinjauan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam
tiap-tiap pembagian sejak zaman Aristoteles hingga dewasa ini
lapangan-lapangan yang paling utama dalam ilmu filsafat selalu berputar di
sekitar logika, metafisika, dan etika.
4. Tujuan, fungsi dan manfaat filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam
semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan
tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi
dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan
(understanding and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan
filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan
manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran.
S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan
ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam
tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran,
kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang
lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya
baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia,
berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya,
senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab
terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun
kebenaran.
Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugas
filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup,
melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan
nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan
baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk
menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan
penggolongan-penggolongan berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan
keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada
artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya
maupun dalam semangatnya.
Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan
keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat
mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut
tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang
dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan,
pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat
adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa
filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam
hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan
kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara
baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara
baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat
menjadi manusia yang baik dan bahagia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari
hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika
(berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).
5. Aliran-aliran dalam filsafat
Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat sangat banyak dan kompleks. Di
bawah ini akan kita bicarakan aliran metafisika, aliran etika, dan
aliran-aliran teori pengetahuan.
a. Aliran-aliran metafisika
Menurut Prof. S. Takdir Alisyahbana, metafisika ini dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu (1) yang mengenai kuantitas (jumlah) dan (2) yang
mengenai kualitas (sifat).Yang mengenai kuantitas terdiri atas (a)monisme,
(b) dualisme, dan (c) pluralisme. Monisme adalah aliran yang mengemukakan
bahwa unsur pokok segala yang ada ini adalah esa (satu). Menurut
Thales: air menurut Anaximandros: 'apeiron' menurut
Anaximenes: udara. Dualisme adalah aliran yang berpendirian bahwa unsur
pokok sarwa yang ada ini ada dua, yaitu roh dan benda. Pluralisme adalah
aliran yang berpendapat bahwa unsur pokok hakikat kenyataan ini
banyak. Menurut Empedokles: udara, api, air dan tanah.
Yang mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua bagian besar, yakni
(a) yang melihat hakikat kenyataan itu tetap, dan (b) yang melihat hakikat
kenyataan itu sebagai kejadian.
Yang termasuk golongan pertama (tetap) ialah:
" Spiritualisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat roh.
" Materialisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat
materi.
Yang termasuk golongan kedua (kejadian) ialah:
" Mekanisme, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini
berlaku dengan sendirinya menurut hukum sebab-akibat.
" Aliran teleologi, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian yang
satu berhubungan dengan kejadian yang lain, bukan oleh hukum sebab-akibat,
melainkan semata-mata oleh tujuan yang sama.
" Determinisme, yaitu aliran yang mengajarkan bahwa kemauan manusia itu
tidak merdeka dalam mengambil putusan-putusan yang penting, tetapi sudah
terpasti lebih dahulu.
" Indeterminisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa kemauan manusia itu
bebas dalam arti yang seluas-luasnya.
b. Aliran-aliran etika
Aliran-aliran penting dalam etika banyak sekali, diantaranya ialah:
1) Aliran etika nuturalisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa
kebahagiaan manusia itu diperoleh dengan menurutkan panggilan natural
(fitrah) kejadian manusia sekali.
2) Aliran etika hedonisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa perbuatan
susila itu ialah perbuatan yang menimbulkan 'hedone' (kenikmatan dan
kelazatan).
3) Aliran etika utilitarianisme, yaitu aliran yang menilai baik dan
buruknya perbuatan manusia ditinjau dari kecil dan besarnya manfaat bagi
manusia (utility = manfaat).
4) Aliran etika idealisme, yaitu aliran yang menilai baik buruknya
perbuatan manusia janganlah terikat pada sebab-musabab lahir, tetapi
haruslah didasarkan atas prinsip kerohanian (idea) yang lebih tinggi.
5) Aliran etika vitalisme, yaitu aliran yang menilai baik-buruknya
perbuatan manusia itu sebagai ukuran ada atau tidak adanya daya hidup
(vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.
6) Aliran etika theologis, yaitu aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran
baik dan buruknya perbuatan manusia itu dinilai dengan sesuai atau tidak
sesuainya dengan perintah Tuhan (Theos = Tuhan).
c. Aliran-aliran teori pengetahuan
Aliran ini mencoba menjawab pertanyaan, bagaimana manusia mendapat
pengetahuannya sehingga pengetahuan itu benar dan berlaku.
Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan. Termasuk
ke dalamnya:
" Rationalisme, yaitu aliran yang mengemukakan bahwa sumber pengetahuan
manusia ialah pikiran, rasio dan jiwa manusia.
" Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia itu
berasal dari pengalaman manusia, dari dunia luar yang ditangkap
pancainderanya.
" Kritisisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa
pengetahuan manusia itu berasal dari luar maupun dari jiwa manusia itu
sendiri.
" Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia. Termasuk
ke dalamnya:
" Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu
adalah gambar yang baik dan tepat dari kebenaran dalam pengetahuan yang
baik tergambarkan kebenaran seperti sungguh-sungguhnya ada.
" Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak
lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang
diketahui manusia itu sekaliannya terletak di luarnya.
d. Aliran-aliran lainnya dalam filsafat
Di samping aliran-aliran di atas, masih banyak aliran yang lain dalam
filsafat. Aliran-aliran itu antara lain ialah:
1) Eksistensialisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat harus
bertitik tolak pada manusia yang kongkret, yaitu manusia sebagai
eksistensi, dan sehubungan dengan titik tolak ini. maka bagi manusia
eksistensi itu mendahului esensi.
2) Pragmatisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa benar dan tidaknya
sesuatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung pada berfaedah
atau tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk
bertindak di dalam kehidupannya.
3) Fenomenologi, yaitu aliran yang berpendapat bahwa hasrat yang kuat
untuk mengerti yang sebenarnya dan keyakinan bahwa pengertian itu dapat
dicapai jika kita mengamati fenomena atau pertemuan kita dengan realitas.
4) Positivisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat hendaknya
semata-mata berpangkal pada peristiwa yang positif, artinya
peristiwa-peristiwa yang dialami manusia.
5) Aliran filsafat hidup, yaitu aliran yang berpendapat bahwa berfilsafat
barulah mungkin jika rasio dipadukan dengan seluruh kepribadian sehingga
filsafat itu tidak hanya hal yang mengenai berpikir saja, tetapi juga
mengenai ada, yang mengikutkan kehendak, hati, dan iman, pendeknya seluruh
hidup.
6. Filsafat, agama, dan ilmu pengetahuan
a. Filsafat dan agama
Dalam buku Filsafat Agama karangan Dr. H. Rosjidi diuraikan tentang
perbedaan filsafat dengan agama, sebab kedua kata tersebut sering dipahami
secara keliru.
Filsafat
1) Filsafat berarti berpikir, jadi yang penting ialah ia dapat berpikir.
2) Menurut William Temple, filsafat adalah menuntut pengetahuan untuk
memahami.
3) C.S. Lewis membedakan 'enjoyment' dan 'contemplation', misalnya
laki-laki mencintai perempuan. Rasa cinta disebut 'enjoyment', sedangkan
memikirkan rasa cintanya disebut 'contemplation', yaitu pikiran si pecinta
tentang rasa cintanya itu.
4) Filsafat banyak berhubungan dengan pikiran yang dingin dan tenang.
5) Filsafat dapat diumpamakan seperti air telaga yang tenang dan jernih
dan dapat dilihat dasarnya.
6) Seorang ahli filsafat, jika berhadapan dengan penganut aliran atau
paham lain, biasanya bersikap lunak.
7) Filsafat, walaupun bersifat tenang dalam pekerjaannya, sering
mengeruhkan pikiran pemeluknya.
8) Ahli filsafat ingin mencari kelemahan dalam tiap-tiap pendirian dan
argumen, walaupun argumenya sendiri.
Agama
1) Agama berarti mengabdikan diri, jadi yang penting ialah hidup secara
beragama sesuai dengan aturan-aturan agama itu.
2) Agama menuntut pengetahuan untuk beribadat yang terutama merupakan
hubungan manusia dengan Tuhan.
3) Agama dapat dikiaskan dengan 'enjoyment' atau rasa cinta seseorang,
rasa pengabdian (dedication) atau 'contentment'.
4) Agama banyak berhubungan dengan hati.
5) Agama dapat diumpamakan sebagai air sungai yang terjun dari bendungan
dengan gemuruhnya.
6) Agama, oleh pemeluk-pemeluknya, akan dipertahankan dengan
habis-habisan, sebab mereka telah terikat dn mengabdikan diri.
7) Agama, di samping memenuhi pemeluknya dengan semangat dan perasaan
pengabdian diri, juga mempunyai efek yang menenangkan jiwa pemeluknya.
8) Filsafat penting dalam mempelajari agama.
Demikianlah antara lain perbedaan yang terdapat dalam filsafat dan agama
menurut Dr. H. Rosjidi.
b. Filsafat dan ilmu pengetahuan
Apakah hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan? Oleh Louis
Kattsoff dikatakan: Bahasa yang pakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan
dalam beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam
filsafat mencoba untuk berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukanya di
dalam ilmu pengetahuan. Namun, apa yang harus dikatakan oleh seorang
ilmuwan mungkin penting pula bagi seorang filsuf.
Pada bagian lain dikatakan: Filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan
hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahanya menemukan
rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan mengenai
alam kodrat tersebut. Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari
ilmu pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode
ilmu pengetahuan.
Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerangkan: Ilmu pengetahuan mengisi
filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang
sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuwan yang juga
filsuf. Para filsuf terlatih di dalam metode ilmiah, dan sering pula
menuntut minat khusus dalam beberapa ilmu sebagai berikut:
1) Historis, mula-mula filsafat identik dengan ilmu pengetahuan,
sebagaimana juga filsuf identik dengan ilmuwan.
2) Objek material ilmu adalah alam dan manusia. Sedangkan objek material
filsafat adalah alam, manusia dan ketuhanan.
c. Bedanya filsafat dengan ilmu-ilmu lain.
1) Filsafat menyelidiki, membahas, serta memikirkan seluruh alam
kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu sama
lain. Jadi ia memandang satu kesatuan yang belum dipecah-pecah serta
pembahasanya secara kesuluruhan. Sedangkan ilmu-ilmu lain atau ilmu vak
menyelidiki hanya sebagian saja dari alam maujud ini, misalnya ilmu hayat
membicarakan tentang hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia; ilmu bumi
membicarakan tentang kota, sungai, hasil bumi dan sebagainya.
2) Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab-akibat, tetapi
menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu vak membahas tentang
sebab dan akibat suatu peristiwa.
3) Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari mana
asalnya, dan hendak ke mana perginya. Sedangkan ilmu vak harus menjawab
pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.
Sebagian orang menganggap bahwa filsafat merupakan ibu dari ilmu-ilmu
vak. Alasannya ialah bahwa ilmu vak sering menghadapi kesulitan dalam
menentukan batas-batas lingkungannya masing-masing. Misalnya batas antara
ilmu alam dengan ilmu hayat, antara sosiologi dengan
antropologi. Ilmu-ilmu itu dengan sendirinya sukar menentukan batas-batas
masing-masing. Suatu instansi yang lebih tinggi, yaitu ilmu filsafat,
itulah yang mengatur dan menyelesaikan hubungan dan perbedaan batas-batas
antara ilmu-ilmu vak tersebut.
7. Rangkuman
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu, dengan
mencari sebab-sebab terdalam, berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri.
Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu
(objek atau lapangannya), yang merupakan kesatuan yang sistematis, dan
memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan
sebab-sebab hal itu.
Jadi berarti ada metode, ada sistem, ada satu pandangan yang dipersatukan
(memberi sintesis), dan yang dicari ialah sebab-sebabnya. Demikian
filsafat mempunyai metode dan sistem sendiri dalam usahanya untuk mencari
hakikat dari segala sesuatu, dan yang dicari ialah sebab-sebab yang
terdalam. Ilmu-ilmu pengetahuan dirinci menurut lapangan atau objek dan
sudut pandangan. Objek dan sudut pandangan filsafat disebut juga dalam
definisinya, yaitu "segala sesuatu".
Lapangan filsafat sangat jelas; ia meliputi segala apa yang
ada. Pertanyaan-pertanyaan kita itu mengenai kesemuanya yang ada, tak ada
yang dikecualikan. Hal-hal yang tidak kentara pun (seperti jiwa manusia,
kebaikan, kebenaran, bahkan Tuhan sendiri pun) dipersoalkan. Lapangan yang
sangat luas ini nanti kita bagi-bagi ke dalam beberapa lapangan pokok.
Sebab-sebab yang terdalam
Dengan ini ditunjuk sudut pandangan, aspek khusus, sudut khusus yang
dipelajari dalam segala sesuatu itu. Sudut pandangan (juga disebut "object
formal") ini yang membedakan berbagai ilmu pengetahuan yang mengenai objek
atau lapangan yang sama. Misalnya ilmu kedoktoran mempelajari manusia
dilihat dari sudut tubuhnya yang sakit dan harusnya disembuhkan, sosiologi
mempelajari manusia dalam sudut kemasyarakatan. Demikianlah filsafat
mempelajari dalam segala sesuatu itu ialah keterangan yang penghabisan,
yang terakhir, dan terdalam, sampai habis, sampai pada sebab yang
terakhir. Yang kita cari ialah kebijaksanaan, hakikat dari seluruh
kenyataan, intisari dan esensi dari semua yang ada.
Kekuatan pikiran manusia sendiri
Dengan ini ditunjuk alat yang kita gunakan dalam usaha kita untuk mencapai
kebijaksanaan itu, yaitu pikiran kita sendiri. Ini membedakan filsafat
dari teologi (ilmu ke-Allahan) yang juga mengenai segala sesuatu, tetapi
yang berdasarkan wahyu Tuhan. Filsafat tidak berdasarkan wahyu Tuhan,
tidak meminta pertolongan dari Kitab Suci, tetapi berdasarkan asas-asas
dan dasar-dasarnya hanya dengan cara analisis-analisis oleh pikiran kita
sendiri. Justru karena itu, filsafat dapat merumuskan hukum-hukum yang
berlaku umum, bagi setiap orang, terserah agama mana yang dianutnya. Akan
tetapi, ini pun kelemahan filsafat: jika hanya filsafat saja yang cukup
dipakai sebagai pegangan hidup, pandangan hidup, maka ini tidak cukup,
sebab banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan 100% memuaskan
oleh filsafat, sedangkan filsafat sendiri dalam usahanya mencari hakikat
dari seluruh kenyataan menunjuk kepada Tuhan sebagai sumber terakhir dan
sebab pertama. (Jadi, sebetulnya filsafat dan agama !! tidak bertentangan,
tetapi saling melengkapi).
+++
Karena sangat luasnya lapangan yang diselidiki dan sulit serta
berbelit-belitnya soal-soal yang dihadapi maka lapangan yang sangat luas
ini dibagi-bagi ke dalam beberapa lapangan pokok agar penyelidikan dapat
dilakukan dengan sistemis dan baik.
Pembagian ini diadakan secara induksi, yaitu dengan melihat dulu
persoalan-persoalan mana yang timbul dan minta diselesaikan.
a. Tentang pengetahuan (alat untuk mencapai 'insight' itu)
1) Logika formal (logic)
Membentangkan hukum-hukum yang harus ditaati agar kita berpikir dengan
lurus dan baik dan dapat mencapai kebenaran. Ini akan dipelajari lebih
lanjut dalam masa akan datang.
2) Kritika atau logika material (epistemology)
Memandangkan isi pengetahuan kita, sumber-sumbernya, proses terjadinya
pengetahuan, dan memberikan pertanggungjawaban tentang kemungkinan dan
batas-batas pengetahuan kita (soal kekeliruan, kepastian, dan sebagainya).
b. Tentang pertanyaan dan sebab-sebabnya yang terdalam
3) Metafisika (ontology/metaphysics)
Mengupas apa ertinya "ada" itu, apa tujuannya, apa sebab-sebabnya, dan
mencari hakikat dari semua barang yang ada (hylemorphisme)
4) Theodycea atau teologia naturalis (natural theology)
Merupakan konsekuensi terakhir dari penyelidikan filsafat, dengan
menunjukkan sebab pertama dan tujuan terakhir; mencari berdasarkan
kekuatan pikiran manusia sendiri bukti-bukti tentang adanya Tuhan,
sifat-sifat-Nya, dan hubunganNya dengan dunia.
c. Tentang manusia dan dunia
5) Filsafat tentang manusia (philosophy of man)
(Juga sering disebut antropologia metafisika atau psikologia
metafisika). Ini merupakan inti dan pangkalan dari seluruh filsafat: Orang
mengetahui tentang "ada" itu dari adanya sendiri. Maka diselidiki apa
kodrat (nature) manusia itu, bagaimana susunannya atas badan dan jiwa,
bagaimana terjadinya pengetahuan, apa kehendak bebas, apa arti dan peranan
keinderaan dan perasaan, apa arti kepribadian, dan sebagainya.
6) Kosmologia (philosophy of nature)
Mempersoalkan dunia material, susunannya, aturannya, mencari hakikat dari
waktu dan tempat, gerakan, hidup, dan sebagainya.
d. Tentang kesusilaan
7) Etika atau filsafat moral (ethics)
Membentangkan apa yang baik, apa yang buruk, apa ukuran-ukurannya,
bagaimana dan mengapa manusia terikat oleh aturan-aturan ke susilaan,
bagaimana kita dipimpin oleh suara batin, bagaimana tujuan hidup dapat
kita capaui, dan sebagainya.
8) Etika sosial
Merupakan bagian dari etika yang sangat penting pula, taitu yang
membicarakan norma-norma hidup kemasyarakatan (keluarga, negara
internasional).
e. Lain-lain
Lapangan-lapangan yang tersebut di atas merupakan lapangan-lapangan pokok
dari filsafat. Di samping. Di samping itu ada beberapa lapangan yang
penting pula, yang merupakan rincian legih lanjut, penerapan asa-asas
filsafat pada lapangan-lapangan hidup tertentu. Antara lain: asas-asas
filsafat pada lapangan-lapangan hidup tertentu. Antara lain:
" filsafat kebudayaan (kombinasi etika dan filsafat tentang manusia).
" filsafat kesenian atau estetika, praktis
" filsafat hukum
" filsafat tentang sejarah, bahasa, ekonomi, teknik, agama, kerja dan
lain-lain.
+++
Kepentingan filsafat
Akhirnya sepatah kata tentang kepentingan filsafat. Filsafat sering
dianggap teori belaka, yang jauh dari kenyataan hidup konkret. Akan
tetapi, filsafat ada segi praktisnya juga. Sikap dan pandangan yang
dipertanggungjawabkan, seperti yang kita cari dalam filsafat, dengan
sendirinya akan mempengaruhi sikap kita praktis juga. Kebijaksanaan tidak
hanya berarti "pengetahuan yang mendalam", tetapi juga "sikap hidup yang
benar", yang tepat, sesuai dengan pengetahuan yang telah dicapai itu.
Ini nampak dengan jelas terutama pada pelajaran etika dan logika yang
bersama-sama memberikan pegangan dan bimbingan kepada pikiran dan kepada
kehendak, agar hidup dengan 'benar' dan 'baik'. maka konkretnya:
1) Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri: dengan
berpikir lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian
kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita untuk berpikir
untuk hidup sesadar-sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup kita
sendiri.
2) Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan
memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari. Orang yang hidup
secara "dangkal" saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi
melihat pemecahnya. Dalam filsafat kita dilatih melihat dulu apa yang
menjadi persoalan, dan ini merupakan syarat mutlak untuk memecahkannya.
3) Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung "akuisme" dan
"aku-sentrisme" (dalam segala hal hanya melihat dan mementingkan
kepentingan dan kesenangan si aku).
4) Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri, hingga kita tak
hanya ikut-ikutan saja, membuntut pada pandangan umum, percaya akan setiap
semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa
yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, "berdiri-sendiri",
dengan cita-cita mencari kebenaran.
5) Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri
(terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya,
seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.
LATIHAN
1. Apa erti kata filsafat? Mengapa ahli filsafat disebut filsuf?
2. Apa ertinya kebijaksanaan itu?
3. Mengapa kiranya filsafat harus dilakukan dengan aktif?
4. Terangkanlah: kebenaran adalah permulaan filsafat!
5. Uraikanlah soal-soal mana saja yang dapat timbul bagi seorang yang
hidup dengan sadar akan dirinya sendiri!
6. Apakah benar jika dikatakan bahwa sebetulnya setiap orang adalah ahli
filsafat?
7. Berikanlah definisi filsafat dan terangkanlah erti kata-katanya
masing-masing!
8. Apa objek filsafat, dan apa sudut pandangannya?
9. Uraikanlah tentang pembagian filsafat! Mengapa lapangan filsafat
dibagi-bagi, dan mengapa dibagi-bagi demikian?
10.Apakah yang dibicarakan dalam logika, kosmologi, etika sosial?
11.Bagaimanakah soal-soal tentang kesusilaan dapat membawa manusia untuk
berfilsafat?
SEJARAH FILSAFAT KUNO
1. Filsafat Yunani
Para sarjana filsafat mengatakan bahwa mempelajari filsafat Yunani
berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Karena itu tidak ada pengantar
filsafat yang lebih ideal dari pada study perkembangan pemikiran filsafat
di negeri Yunani. Alfred Whitehead mengatakan tentang Plato:
"All Western phylosophy is but a series of footnotes to Plato". Pada
Plato dan filsafat Yunani umumnya dijumpai problem filsafat yang masih
dipersoalkan sampai hari ini. Tema-tema filsafat Yunani seperti ada,
menjadi, substansi, ruang, waktu, kebenaran, jiwa, pengenalan, Allah dan
dunia merupakan tema-tema bagi filsafat seluruhnya.
Filsuf- Filsuf Pertama
Ada tiga filsuf dari kota Miletos yaitu Thales, Anaximandros dan
Anaximenes. Ketiganya secara khusus menaruh perhatian pada alam dan
kejadian-kejadian alamiah, terutama tertarik pada adanya perubahan yang
terus menerus di alam. Mereka mencari suatu asas atau prinsip yang tetap
tinggal sama di belakang perubahan-perubahan yang tak henti-hentinya
itu. Thales mengatakan bahwa prinsip itu adalah air, Anaximandros
berpendapat to apeiron atau yang tak terbatas sedangkan Anaximenes
menunjuk udara.
Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas air. Tentang
bumi, Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya
dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sedangkan mengenai
kehidupan bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan bentuk hidup yang
pertama adalah ikan. dan manusia pertama tumbuh dalam perut
ikan. Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir pertama yang
mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagat raya. Udara di alam
semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.
Filosof berikutnya yang perlu diperkenalkan adalah
Pythagoras. Ajaran-ajarannya yang pokok adalah pertama dikatakan bahwa
jiwa tidak dapat mati. Sesudah kematian manusia, jiwa pindah ke dalam
hewan, dan setelah hewan itu mati jiwa itu pindah lagi dan
seterusnya. Tetapi dengan mensucikan dirinya, jiwa dapat selamat dari
reinkarnasi itu. Kedua dari penemuannya terhadap interval-interval utama
dari tangga nada yang diekspresikan dengan perbandingan dengan
bilangan-bilangan, Pythagoras menyatakan bahwa suatu gejala fisis dikusai
oleh hukum matematis. Bahkan katanya segala-galanya adalah
bilangan. Ketiga mengenai kosmos, Pythagoras menyatakan untuk pertama
kalinya, bahwa jagat raya bukanlah bumi melainkan Hestia (Api),
sebagaimana perapian merupakan pusat dari sebuah rumah.
Pada jaman Pythagoras ada Herakleitos Di kota Ephesos dan menyatakan
bahwa api sebagai dasar segala sesuatu. Api adalah lambang perubahan,
karena api menyebabkan kayu atau bahan apa saja berubah menjadi abu
sementara apinya sendiri tetap menjadi api. Herakleitos juga berpandangan
bahwa di dalam dunia alamiah tidak sesuatupun yang tetap. Segala sesuatu
yang ada sedang menjadi. Pernyataannya yang masyhur "Pantarhei kai uden
menei" yang artinya semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang
tinggal tetap.
Filosof pertama yang disebut sebagai peletak dasar metafisika adalah
Parmenides. Parmenides berpendapat bahwa yang ada ada, yang tidak ada
tidak ada. Konsekuensi dari pernyataan ini adalah yang ada 1) satu dan
tidak terbagi, 2) kekal, tidak mungkin ada perubahan, 3) sempurna, tidak
bisa ditambah atau diambil darinya, 4) mengisi segala tempat, akibatnya
tidak mungkin ada gerak sebagaimana klaim Herakleitos. Para filsuf
tersebut dikenal sebagai filsuf monisme yaitu pendirian bahwa realitas
seluruhnya bersifat satu karena terdiri dari satu unsur saja.
Para Filsuf berikut ini dikenal sebagai filsuf pluralis, karena
pandangannya yang menyatakan bahwa realitas terdiri dari banyak
unsur. Empedokles menyatakan bahwa realitas terdiri dari empat rizomata
(akar) yaitu api, udara, tanah dan air. Perubahan-perubahan yang terjadi
di alam dikendalikan oleh dua prinsip yaitu cinta (Philotes) dan benci
(Neikos). Empedokles juga menerangkan bahwa pengenalan
(manusia) berdasarkan prinsip yang sama mengenal yang sama. Pruralis yang
berikutnya adalah Anaxagoras, yang mengatakan bahwa realitas adalah
terdiri dari sejumlah tak terhingga spermata (benih). Berbeda dari
Empedokles yang mengatakan bahwa setiap unsur hanya memiliki kualitasnya
sendiri seperti api adalah panas dan air adalah basah, Anaxagoras
mengatakan bahwa segalanya terdapat dalam segalanya. Karena itu rambut
dan kuku bisa tumbuh dari daging. Perubahan yang membuat benih-benih
menjadi kosmos hanya berupa satu prinsip yaitu Nus yang berarti roh atau
rasio. Nus tidak tercampur dalam benih-benih dan Nus mengenal serta
mengusai segala sesuatu. Karena itu, Anaxagoras dikatakan sebagai filsuf
pertama yang membedakan antara "yang ruhani" dan "yang jasmani".
Pluralis Leukippos dan Demokritos juga disebut sebagai filsuf
atomis. Atomisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang
tak dapat dibagi-bagi lagi, karenanya unsur-unsur terakhir ini disebut
atomos. Lebih lanjut dikatakan bahwa atom-atom dibedakan melalui tiga
cara: (seperti A dan N), urutannya (seperti AN dan NA) dan posisinya
(seperti N dan Z). Jumlah atom tidak berhingga dan tidak mempunyai
kualitas, sebagaimana pandangan Parmenides atom-atom tidak dijadikan dan
kekal. Tetapi Leukippos dan Demokritos menerima ruang kosong sehingga
memungkinkan adanya gerak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa realitas
seluruhnya terdiri dari dua hal: yang penuh yaitu atom-atom dan yang
kosong.
Menurut Demokritos jiwa juga terdiri dari atom-atom. Menurutnya
proses pengenalan manusia tidak lain sebagai interaksi antar atom. Setiap
benda mengeluarkan eidola (gambaran-gambaran kecil yang terdiri dari
atom-atom dan berbentuk sama seperti benda itu). Eidola ini masuk ke
dalam panca indra dan disalurkan kedalam jiwa yang juga terdiri dari
atom-atom eidola. Kualitas-kualitas yang manis, panas, dingin dan
sebagainya, semua hanya berkuantitatif belaka. Atom jiwa bersentuhan
dengan atom licin menyebabkan rasa manis, persentuhan dengan atom kesat
menimbulkan rasa pahit sedangkan sentuhan dengan atom berkecepatan tinggi
menyebabkan rasa panas, dan seterusnya.
Kaum Sofis dan Socrates
Filsafat dalam periode ini ditandai oleh ajarannya yang
"membumi" dibandingkan ajaran-ajaran filsuf sebelumnya. Seperti dikatakan
Cicero --sastrawan Roma-- bahwa Socrates telah memindahkan
filsafat dari langit ke atas bumi. Maksudnya, filsuf pra-Socrates
mengkonsentrasikan diri pada persoalan alam semesta sedangkan Socrates
mengarahkan obyek penelitiannya pada manusia di atas bumi. Hal ini juga
diikuti oleh para sofis. Seperti telah disebutkan di depan, sofis
(sophistes) mengalami kemerosotan makna. Sophistes digunakan untuk
menyebut guru-guru yang berkeliling dari kota ke kota dan memainkan peran
penting dalam masyarakat. Dalam dialog Protagoras, Plato mengatakan bahwa
para sofis merupakan pemilik warung yang menjual barang ruhani.
Sofis pertama adalah Protagoras, menurutnya manusia ialah ukuran
segala-galanya. Pandangan ini bisa disebut "relativisme" artinya
kebenaran tergantung pada manusia. Berkaitan dengan relativisme ini maka
diperlukan seni berdebat yang memungkinkan orang membuat argumen yang
paling lemah menjadi paling kuat. Ajarannya tentang negara mengatakan
bahwa setiap negara mempunyai adat kebiasaan sendiri; seorang dewa
berkunjung kepada manusia dan memberi anugerah --keinsyafan akan keadilan
dan aidos hormat pada orang lain-- yang memungkinkan manusia dapat hidup
bersama. Filsuf berikutnya adalah Gorgias yang mempertahankan tiga
pendiriannya; 1) Tidak ada sesuatupun, 2) Seandainya sesutu tidak ada,
maka ia tidak dapat dikenali, 3) Seandainya sesuatu dapat dikenali, maka
hal itu tidak bisa disampaikan kepada orang lain. Sofis Hippias
berpandangan bahwa Physis (kodrat) manusia merupakan dasar dari tingkah
laku manusia dan susunan masyarakat, bukannya undang-undang (nomos) karena
undang-undang sering kali memperkosa kodrat manusia. Sofis Prodikos
mengatakan bahwa agama merupakan penemuan manusia. Sedangkan Kritias
berpendapat bahwa agama ditemukan oleh penguasa-penguasa negara yang
licik.
Sebagaimana para sofis, Socrates memulai filsafatnya dengan bertitik
tolak dari pengalaman keseharian dan kehidupan kongkret. Perbedaannya
terletak pada penolakan Socrates terhadap relatifisme yang pada umumnya
dianut para sofis. Menurut Socrates tidak benar bahwa yang baik itu baik
bagi warga negara Athena dan lain lagi bagi warga negara Sparta. Yang baik
mempunyai nilai yang sama bagi semua manusia, dan harus dijunjung tinggi
oleh semua orang. Pendirinya yang terkenal adalah pandangannya yang
menyatakan bahwa keutamaan (arete) adalah pengetahuan, pandangan ini
kadang-kadang disebut intelektualisme etis. Dengan demikian Socrates
menciptakan suatu etika yang berlaku bagi semua manusia. Sedang ilmu
pengetahuan Socrates menemukan metode induksi dan memperkenalkan
definisi-definisi umum.
Plato.
Hampir semua karya Plato ditulis dalam bentuk dialog dan Socrates diberi
peran yang dominan dalam dialog tersebut. Sekurang-kurangnya ada dua
alasan mengapa Plato memilih yang begitu. Pertama, sifat karyanya
Socratik --Socrates berperan sentral-- dan diketahui bahwa Socrates tidak
mengajar tetapi mengadakan tanya jawab dengan teman-temannya di
Athena. Dengan demikian, karya plato dapat dipandang sebagai monumen bagi
sang guru yang dikaguminya. Kedua, berkaitan dengan anggapan plato
mengenai filsafat. Menurutya, filsafat pada intinya tidak lain daripada
dialog, dan filsafat seolah-olah drama yang hidup, yang tidak pernah
selasai tetapi harus dimulai kembali.
Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang idea, jiwa dan proses
mengenal. Menurut Plato realitas terbagi menjadi dua yaitu inderawi yang
selalu berubah dan dunia idea yang tidak pernah berubah. Idea merupakan
sesuatu yang obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran dan justru sebaliknya
pikiran tergantung pada idea-idea tersebut. Idea-idea berhubungan dengan
dunia melalui tiga cara; Idea hadir di dalam benda, idea-idea
berpartisipasi dalam kongkret, dan idea merupakan model atau contoh
(paradigma) bagi benda konkret. Pembagian dunia ini pada gilirannya juga
memberikam dua pengenalan. Pertama pengenalan tentang idea; inilah
pengenalan yang sebenarnya. Pengenalan yang dapat dicapai oleh rasio ini
disebut episteme (pengetahuan) dan bersifat, teguh, jelas, dan tidak
berubah. Dengan demikian Plato menolak relatifisme kaum sofis. Kedua,
pengenalan tentang benda-benda disebut doxa (pendapat), dan bersifat tidak
tetap dan tidak pasti; pengenalan ini dapat dicapai dengan panca
indera. Dengan dua dunianya ini juga Plato bisa mendamaikan persoalan
besar filsafat pra-socratik yaitu pandangan panta rhei-nya Herakleitos dan
pandangan yang ada-ada-nya Parmenides. Keduanya benar, dunia inderawi
memang selalu berubah sedangkan dunia idea tidak pernah berubah dan abadi.
Memang jiwa Plato berpendapat bahwa jika itu baka, lantaran terdapat
kesamaan antara jiwa dan idea. Lebih lanjut dikatakan bahwa jiwa sudah ada
sebelum hidup di bumi. Sebelum bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami
pra eksistensi dimana ia memandang idea-idea. Berdasarkan pandangannya
ini, Plato lebih lanjut berteori bahwa pengenalan pada dasarnya tidak lain
adalah pengingatan (anamnenis) terhadap idea-idea yang telah dilihat pada
waktu pra-eksistansi. Ajaran Plato tentang jiwa manusia ini bisa disebut
penjara. Plato juga mengatakan, sebagaimana manusia, jagat raya juga
memiliki jiwa dan jiwa dunia diciptakan sebelum jiwa-jiwa manusia.
Plato juga membuat uraian tentang negara. Tetapi jasanya terbesar
adalah usahanya membuka sekolah yang bertujuan ilmiah. Sekolahnya diberi
nama "Akademia" yang paling didedikasikan kepada pahlawan yang bernama
Akademos. Mata pelajaran yang paling diperhatikan adalah ilmu
pasti. Menurut cerita tradisi, di pintu masuk akademia terdapat
tulisan; "yang belum mempelajari matematika janganlah masuk di sini".
Aristoteles.
Ia berpendapat bahwa seorang tidak dapat mengetahui suatu obyek jika ia
tidak dapat mengatakan pengetahuan itu pada orang lain. Barangkali dengan
pandangannya yang seperti ini jumlah karyanya sangat banyak bisa
dijelaskan. Spektrum pengetahuan yang diminati oleh Aristoteles luas
sekali, barangkali seluas lapangan pengetahuan itu sendiri. Menurutnya
pengetahuan manusia dapat disistemasikan sebagai berikut;
Pengetahuan
--------------------------------------------------------------------
Teoritis Praktis Produktif
-------------------------------------- --------------- -----------
Teologi/metafisik Matematika Fisika Etika Politik Seni
---------------------- --------
Ilmu Hitung Ilmu Ukur Retorika
Aristoteles berpendapat bahwa logika tidak termasuk ilmu pengetahuan
tersendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan berfikir
secara ilmiah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, logika diuraikan
secara sistematis. Tidak dapat dibantah bahwa logika Aristoteles
memainkan peranan penting dalam sejarah intelektual manusia; tidaklah
berlebihan bila Immanuel Kant mengatakan bahwa sejak Aristoteles logika
tidak maju selangkahpun.
Mengenai pengetahuan, Aristoteles mengatakan bahwa pengetahuan dapat
dihasilkan melalui jalan induksi dan jalan deduksi, Induksi mengandalkan
panca indera yang "lemah", sedangkan deduksi lepas dari pengetahuan
inderawi. Karena itu dalam logikanya Aristoteles sangat banyak memberi
tempat pada deduksi yang dipandangnya sebagai jalan sempurna menuju
pengetahuan baru. Salah satu cara Aristoteles mempraktekkan deduksi adalah
Syllogismos (silogosme).
a. Fisika
Di dalam fisikanya, Aristoteles mempelajari dan membagi gerak
(kinetis) menjadi dua; gerak spontan dan gerak karena kekerasan. Gerak
spontan yang diartikan sebagai perubahan secara umum dikelompokkan
menjadi gerak subsitusional yakni sesuatu menjadi sesuatu yang lain
seperti seekor anjing mati dan gerak aksidental yakni perubahan yang
menyangkut salah satu aspek saja. Gerak aksidental ini berlangsung melalui
tiga cara; yaitu gerak lokal seperti meja pindah dari satu tempat ke
tempat lain, gerak kualitatif seperti daun hijau menjadi kuning, dan gerak
kuantitatif seperti pohon tumbuh membesar. Dalam setiap gerak ada
1) keadaan terdahulu, 2) keadaan baru, dan 3) substratum yang
tetap. Sebagai contoh air dingin menjadi panas; dengan dingin sebagai
keadaan terlebih dahulu, panas sebagai keadaan baru dan air sebagai
substratum.
Analisa gerak ini menuntut kita membedakan antara aktus dan
potensi. Dalam fase pertama panas menjadi potensi air dan pada fase kedua
panas manjadi aktus. Aristoteles juga mengintrodusir pengertian bentuk
(morphe atau eidos) dan materi (hyle) ke dalam analisa geraknya. Dalam
contoh air dingin menjadi panas, air sebagai hyle dan dingin serta panas
sebagai morphe.
Aristoteles berpendapat behwa setiap kejadian mempunyai empat sebab
yang harus disebut. Keempat sebab tersebut adalah penyebab efisien sebagai
sumber kejadian, penyebab final sebagai tujuan atau arah kejadian,
penyebab material sebagai bahan tempat kejadian tempat berlangsung dan
penyebab formal sebagai bentuk menyusun bahan. Keempat kejadian ini
berlaku untuk semua kejadian alamiah maupun yang disebabkan oleh manusia.
Aristoteles juga membicarakan phisis sebagai prinsip perkembangan yang
terdapat dalam semua benda alamiah. Semua benda mempunyai sumber gerak
atau diam dalam dirinya sendiri. Pohon kecil tumbuh besar karena
phisisnya, pohon tetap tinggal pohon berkat phisis atau
kodratnya. Mengenai alam, Aristoteles berpendirian bahwa dunia ini
bergantung pada tujuan (telos) itu. Ia mengatakan "Alam tidak membuat
sesuatupun dengan sia-sia dan tidak membuat sesuatu yang berlebihan", atau
katanya lagi: "Alam berindak seolah-olah ia mengetahui konsekuensi
perbuatannya". Teologi ini mencakup juga alam yang tidak hidup yang
terdiri dari empat anasir api, udara, air dan tanah. Aristoteles
mengatakan bahwa setiap anasir menuju ketempat kodratinya (locus
naturalis).
Berkaitan dengan jagat raya Aristoteles mengatakan bahwa kosmos
terdiri dari dua wilayah yaitu wilayah sublunar (di bawah bulan) dan
wilayah yang meliputi bulan, planet-planet dan bintang-bintang. Jagat raya
berbentuk bola dan terbatas, tetapi tidak mempunyai permulaan dan
kekal. Badan-badan jagat raya diluar bumi semua terdiri dari anasir kelima
yaitu ether yang tidak dapat dimusnahkan dan tidak dapat berubah menjadi
anasir lain. Gerak kodrati anasir ini adalah melingkar. Berkaitan dengan
jagat raya ini Aristoteles mempunyai pandangan yang masyhur mengenai
penggerak pertama yang tidak digerakkan.
b. Psikologi
Menurut Aristoteles jiwa dan badan dipandang sebagai dua aspek dari
satu substansi. Badan adalah materi dan jiwa dalam bentuk dan
masing-masing berperan sebagai potensi dan aktus. Pada manusia, jiwa dan
tumbuh merupakan dua aspek dari substansi yang sama yakni
manusia. Anggapan ini mempunyai konsekuensi bahwa jiwa tidak kekal karena
jiwa tidak dapat hidup tanpa materi.
Potensi dan aktus juga mempunyai dalam pengenalan inderawi. kita
menerima bentuk tanpa materi. Pengenalan inderawi tidak lain adalah
peralihan dari potensi ke aktus suatu organ tubuh dari aktus
obyek. Sebagaimana proses pengenalan inderawi dalam pengenalan rasional
bentuk tepatnya bentuk intelektual diterima oleh rasio. Bentuk intelektual
ialah bentuk hakikat atau esensi suatu benda. Fungsi rasio dibagi menjadi
dua macam yaitu rasio pasif (nus pathetikos) yang menerima esensi dan
rasio aktif (nus poitikos) yang "membentuk" esensi.
c. Metafisika
Ta meta ta physica berarti hal-hal sesudah hak-hal fisis. Metafisika
merupakan pengetahuan yang semata-mata berkaitan dengan tuhan dan fenomena
yang terpisah dari alam. Di dalam Metaphysica-nya Aristoteles membahas
Penggerak Utama. Gerak utama di jagat raya tidak mempunyai permulaan
maupun penghabisan. Karena setiap sesuatu yang bergerak, digerakkan oleh
sesuatu yang lain perlulah menerima satu Penggerak Pertama yang
menyebabkan gerak itu, tetapi ia sendiri tidak digerakkan. Penggerak ini
sama sekali lepas dari materi, karena segalanya yang mempunyai meteri
mempunyai potensi untuk bergerak. Allah sebagai Penggerak Pertama tidak
mempunyai potensi apapun juga dan Allah harus dianggap sebagai aktus
murni. Allah bersifat immaterial atau tak badani, Ia harus disamakan
dengan kesadaran atau pemikirannya. Karena itu aktifitas-Nya tidak lain
adalah berpikir saja dan Allah merupakan pemikiran yang memandang
pemikirannya. Allah sebagai penyebab final dari gerak jagat raya
ini; segala sesuatu pengejar penggerak yang sempurna dan Ia menggerakkan
karena dicintai.
Ajaran lain dari Aristoteles adalah tentang filsafat praktis yaitu
etika dan politika. Lanjut di sini. Dalam filsafat, Aristoteles disebut
sebagai tokoh madzhab peripatis (peripatos, berjalan-jalan) yang
menyadarkan diri pada deduksi untuk memperoleh kebijaksanaan. Sedangkan
gurunya, Plato merupakan tokoh madzhab illuminasionis yang juga
mengandalkan jalan hati, asketisme dan penyucian jiwa dalam menyingkap
realitas.
[] dari berbagai sumber.
========================================================== Descartes, Rene
diterjemahkan oleh Heriyadi
Hukum-hukum Descartes
Dalam karyanya Discourse on Method, setelah mengkritik pendidikan yang
masih didominasi oleh Scholasticism pada masa itu, ia memperkenalkan
metode baru. Yang menurutnya harus menjadi dasar bagi seluruh pendidikan
dan riset sains serta filsafat.
Hukum-hukum tersebut adalah :
" Untuk tidak menerima suatupun sebagai benar jika tidak secara rasional
jelas dan dapat dibedakan;
" Menganalisa ide-ide yang kompleks dengan menyederhanakannya dalam elemen
yang konstitutif, dimana rasio dapat memahaminya secara intuitif;
" Merekostruksi, dimulai dari ide yang simple dan bekerja secara sintetis
ke bagian yang kompleks;
" Membuat sebuah enumerasi yang akurat dan lengkap dari data permasalahan,
menggunakan langkah-langkah baik induktif maupun deduktif..
Menurut Descartes ide tidak dating dari pengalaman, akan tetapi
intelektual menemukan dalam dirinya sendiri. Ia menyatakan bahwa hanya
ide-ide inilah yang valid dalam ranah realitas. Jadi 'ke-konkret-an' atau
validitas obyek dari sebuah ide tergantung dari kejelasan dan pembedaan
itu sendiri.
Metafisika Descartes
Metode Descartes dalam metafisika dimulai dari pencariannya atas segala
sesuatu yang 'jelas' dan 'berbeda', dan dari sinilah dia memulai pemikiran
deduktifnya. Untuk memulai dengan pijakan yang kuat dia memperkenalkan
'metode keraguan', keraguan yang akan menjadi titik awal datangnya
kepastian. Keraguan ini berbeda dengan para skeptis yang ragu untuk tetap
ragu.
Premis awal yang disusun oleh Descartes adalah "Saya ragu" yang kemudian
dilanjutkan dengan "Ketika seseorang ragu dia pasti berpikir". Dan dari
sana muncul proposisi "Ketika saya berpikir maka saya ada" atau 'Cogito
Ergo Sum'. Inilah yang menjadi landasan dari filsafat Descartes untuk
menyatakan keberadaan Tuhan atau realitas primer (res cogitans).
Dalam membuktikan keberadaan Tuhan, Descartes menggunakan tiga argument
dasar yaitu :
" "Cogito" telah memberikan kesadaran pada diriku sendiri atas
keterbatasan diri dan ketidaksempurnaan keberadaan. Ini membuktikan bahwa
aku tidak memberikan eksistensi pada diriku sendiri, dalam permasalahan
tersebut, aku telah menyerahkan diriku pada sifat yang sempurna yang tidak
kumiliki, dimana menjadi subyek yang diragukan.
" Aku memiliki Ide kesempurnaan : jika aku tidak memilikinya, aku tidak
akan pernah tahu bahwa aku tidak sempurna. Sekarang darimanakan datangnya
ide kesempurnaan tersebut ? tidak dari diriku sendiri, karena aku tidak
sempurna dan kesempurnaan tidak datang dari yang tidak sempurna. Jadi
datangnya dari Sesuatu yang Sempurna, yaitu Tuhan.
" Analisis daqri ide kesempurnaan melibatkan eksistensi dari Keberadaan
yang Sempurna, bagai sebuah lembah yang termasuk dalam ide sebuah gunung,
maka eksistensi juga termasuk dalam ide kesempurnaan tersebut.
Hal ini merupakan pembeda antara filsafat sebelum Descartes atau filsafat
klasik dan filsafat modern. Dari Descartes filsafat dituntut dari 'ilmu
keberadaan' (science of being) menuju 'ilmu pemikiran' (science of
thought/epistimologi). Di mana filsafat ini lebih di dalami oleh Kant dan
filsuf idealisme lainnya.
Karena pijakannya yang menggunakan rasio daripada pengalaman empiris maka
Descartes dikenal sebagai filsuf rasionalis daratan bersama dengan
Spinoza, dan Leibniz. Sementara tidak jauh dari jamannya dan tempatnya
muncul tiga filsuf yang dikenal sebagai empiris-anglo saxon yaitu : Locke,
Berkeley, dan Hume.
Dunia menurut Descartes mempunyai karakterisasi sebagai perpanjangan (res
extensa), yang tidak terbatas. Dalam perpanjangan ini, kekuatan Tuhan
menempati kekuatan atau gaya dan pergerakan, yang ditentukan oleh prinsip
kausalitas absolut. "Dunia adalah sebuah mesin besar", dunia anorganik,
tumbuhan, binatang, dan bahkan manusia, sepanjang tubuhnya yang menjadi
perhatian, adalah mesin yang diperintah oleh hukum pergerakan kausalitas.
Kritik terhadap Filsafat Descartes
Filsafat rasionalis Descartes yang mengandalkan rasionalitas mengabaikan
pengalaman empiris sebagai dasar kebenaran, hal inilah yang ditolak oleh
filsuf empirisme, yang pada waktu hampir bersamaan tumbuh di
Inggris. Filsafat empirisme mengatakan bahwa bukanlah rasio yang menyusun
kebenaran, akan tetapi pengalamanlah yang nantinya membawa manusia dalam
kebenaran.
John Locke, salah satu filsuf empirisme mengatakan bahwa manusia itu
seperti tabula rasa yaitu kertas putih yang nantinya akan ditulisi dengan
pengalamannya di dunia nyata. Dan inilah yang bertolak belakang dengan
filsafat rasionalisme terutama Descartes.
Setelah empirisme kritik timbul dari Spinoza, salah satu filsuf rasionalis
yang berada di Belanda. Dengan pantheismenya dia membantah dualisme antara
pemikiran dan tubuh yang dikemukakan oleh Descartes.
Kritik yang sangat tajam justru disampaikan oleh Kant dalam karyanya
"Critique of Pure Reason", di sini kant mengatakan bahwa kebenaran tidak
dating dari rasio murni atau empiris murni melainkan gabungan dari
keduanya yang dibedakan atas a priori dan a posteriori.
Beberapa yang masih menjadi perdebatan tentang filsafat Descartes adalah
metodenya yang meragukan segala sesuatu. Dari keragu-raguannya yang
meragukan segala hal bahkan dia hamper mengatakan bahwa semuanya salah,
dia mengajukan premis di mana dia memiliki ide tentang Tuhan sebagai
keberadaan sempurna. Problematika ini sampai sekarang masih menjadi
perdebatan hangat. Yang menjadi sorotan adalah inkonsistensi yang
dilakukan Descartes dalam metodenya. Ketika menyatakan bahwa segalanya
diragukan, pada saat yang sama dia memakai anggapan-anggapan rasio umum
dan secara terus-menerus dia pergunakan. Seperti dalam 'Cogito Ergo Sum'
yang menggunakan kontradiksi ini, dimana Descartes menempatkan 'berpikir'
dan 'ragu' sebagai bukti keberadaannya atau eksistensinya. Karena pada
pokoknya Descartes berpikiran bahwa tidak mungkin berpikirdan tidak
berpikir atau eksis dan tidak eksis dapat terjadi bersamaan. Seharusnya
ketika dia meragukan segalanya berpikir dan tidak berpikir atau eksis dan
tidak eksis bisa saja terjadi dalam waktu yang bersamaan. Sehingga
pernyataan nya tentang 'Cogito Ergo Sum' tidak memiliki nilai obyektif
yang real.
Kontradiksi pada pemikiran Descartes ini berakibat munculnya hasil yang
ganda dalam setiap karya filsafatnya. Seperti dalam pembuktian keberadaan
Tuhan, sekaligus Descartes membuktikan bahwa eksistensi Tuhan itu sendiri
tidak mungkin. Karena dengan metode keraguan yang menjadi landasan
berpikirnya, maka seluruh karya filsafatnya diragukan secara fundamental
dan inkonsisten.
Ketertarikannya pada alat mekanik pada waktu itu membuat Descartes sangat
terinspirasi oleh cara kerja alat-alat tersebut sehingga dia pun
mengatakan bahwa dunia merupakan sebuah mesin besar yang bergerak di bawah
hukum-hukum pergerakan kausalitas universal. Efek dari filsafatnya ini
adalah termekanisasikannya seluruh aspek hidup manusia yang kemudian hari
dikritik oleh para pemikir postmodern seperti Foucault, Lyotard, dan
Marcuse.
Akan tetapi dari semua kelemahan yang ditemukan dalam karyanya tersebut,
Descartes merupakan pionir dalam filsafat modern yang berjasa bagi tumbuh
berkembangnya ilmu pengetahuan dan filsafat modern.
--
|
|
Aristoteles
Teori Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge atau ilmu )adalah bagian yang esensial-
aksiden manusia, karena pengetahuan adalah buah dari "berpikir ".
Berpikir ( atau natiqiyyah) adalah sebagai differentia ( atau fashl)
yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya,yaitu hewan. Dan
sebenarnya kehebatan manusia dan " barangkali " keunggulannya dari
spesies-spesies lainnya karena pengetahuannya. Kemajuan manusia
dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang dimilikinya. Lalu apa
yang telah dan ingin diketahui oleh manusia ? Bagaimana manusia
berpengetahuan ? Apa yang ia lakukan dan dengan apa agar memiliki
pengetahuan ? Kemudian apakah yang ia ketahui itu benar ? Dan apa
yang mejadi tolak ukur kebenaran ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya sederhana sekali karena
pertanyaan-pertanyaan ini sudah terjawab dengan sendirinya ketika
manusia sudah masuk ke alam realita. Namun ketika masalah-masalah itu
diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka tidak menjadi sederhana
lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah
menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi
sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah itu
dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang
diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya
menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia (world view),
sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi. Dan itulah
realita dari kehidupan manusia yang memiliki aneka ragam sudut
pandang dan ideologi.
Atas dasar itu, manusia -paling tidak yang menganggap penting masalah-
masalah diatas- perlu membahas ilmu dan pengetahuan itu sendiri.
Dalam hal ini, ilmu tidak lagi menjadi satu aktivitas otak, yaitu
menerima, merekam, dan mengolah apa yang ada dalam benak, tetapi ia
menjadi objek.
Para pemikir menyebut ilmu tentang ilmu ini dengan epistemologi
(teori pengetahuan atau nadzariyyah al ma'rifah).
Epistemologi menjadi sebuah kajian, sebenarnya, belum terlalu lama,
yaitu sejak tiga abad yang lalu dan berkembang di dunia barat.
Sementara di dunia Islam kajian tentang ini sebagai sebuah ilmu
tersendiri belum populer. Belakangan beberapa pemikir dan filusuf
Islam menuliskan buku tentang epistemologi secara khusus seperti,
Mutahhari dengan bukunya "Syinakht", Muhammad Baqir Shadr dengan
"Falsafatuna"-nya, Jawad Amuli dengan "Nadzariyyah al Ma'rifah"-nya
dan Ja'far Subhani dengan "Nadzariyyah al Ma'rifah"-nya. Sebelumnya,
pembahasan tentang epistemologi di bahas di sela-sela buku-buku
filsafat klasik dan mantiq. Mereka -barat- sangat menaruh perhatian
yang besar terhadap kajian ini, karena situasi dan kondisi yang
mereka hadapi. Dunia barat (baca: Eropa) mengalami ledakan kebebasan
berekspresi dalam segala hal yang sangat besar dan hebat yang merubah
cara berpikir mereka. Mereka telah bebas dari trauma intelektual.
Adalah Renaissance yang paling berjasa bagi mereka dalam menutup abad
kegelapan Eropa yang panjang dan membuka lembaran sejarah mereka yang
baru. Supremasi dan dominasi gereja atas ilmu pengetahuan telah
hancur. Sebagai akibat dari runtuhnya gereja yang memandang dunia
dangan pandangan yang apriori atas nama Tuhan dan agama, mereka
mencoba mencari alternatif lain dalam memandang dunia (baca:
realita). Maka dari itu, bemunculan berbagai aliran pemikiran yang
bergantian dan tidak sedikit yang kontradiktif. Namun secara garis
besar aliran-aliran yang sempat muncul adalah ada dua, yakni aliran
rasionalis dan empiris. Dan sebagian darinya telah lenyap. Dari kaum
rasionalis muncul Descartes, Imanuel Kant, Hegel dan lain-lain. Dan
dari kaum empiris adalah Auguste Comte dengan Positivismenya, Wiliam
James dengan Pragmatismenya, Francis Bacon dengan Sensualismenya.
Berbeda dengan barat, di dunia Islam tidak terjadi ledakan seperti
itu, karena dalam Islam agama dan ilmu pengetahuan berjalan seiring
dan berdampingan, meskipun terdapat beberapa friksi antara agama dan
ilmu, tetapi itu sangat sedikit dan terjadi karena interpretasi dari
teks agama yang terlalu dini. Namun secara keseluruhan agama dan ilmu
saling mendukung. Malah tidak sedikit dari ulama Islam, juga sebagai
ilmuwan seperti : Ibnu Sina, al Farabi, Jabir bin al Hayyan, al
Khawarizmi, Syekh al Thusi dan yang lainnya. Oleh karena itu, ledakan
intelektual dalam Islam tidak terjadi. Perkembangan ilmu di dunia
Islam relatif stabil dan tenang.
Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang telah di-Arabkan. Kata ini
barasal dari dua kata "philos" dan "shopia" yang berarti pecinta
pengetahuan. Konon yang pertama kali menggunakan kata "philoshop"
adalah Socrates. (dan masih konon juga) Dia menggunakan kata ini
karena dua alasan, Pertama, kerendah-hatian dia. Meskipun ia seorang
yang pandai dan luas pengetahuannya, dia tidak mau menyebut dirinya
sebagai orang yang pandai. Tetapi dia memilih untuk disebut pecinta
pengetahuan.
Kedua, pada waktu itu, di Yunani terdapat beberapa orang yang
menganggap diri mereka orang yang pandai (shopis). Mereka pandai
bersilat lidah, sehingga apa yang mereka anggap benar adalah benar.
Jadi kebenaran tergantung apa yang mereka katakan. Kebenaran yang
riil tidak ada. Akhirnya manusia waktu itu terjangkit skeptis,
artinya mereka ragu-ragu terhadap segala sesuatu, karena apa yang
mereka anggap benar belum tentu benar dan kebenaran tergantung orang-
orang shopis. Dalam keadaan seperti ini, Socrates merasa perlu
membangun kepercayaan kepada manusia bahwa kebenaran itu ada dan
tidak harus tergantung kepada kaum shopis. Dia berhasil dalam
upayanya itu dan mengalahkan kaum shopis. Meski dia berhasil, ia
tidak ingin dikatakan pandai, tetapi ia memilih kata philoshop
sebagai sindiran kepada mereka yang sok pandai.
Kemudian perjuangannya dilanjutkan oleh Plato, yang dikembangkan
lebih jauh oleh Aristoteles. Aristoteles menyusun kaidah-kaidah
berpikir dan berdalil yang kemudian dikenal dengan logika (mantiq)
Aristotelian.
Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang
dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni,
filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat teoritis mencakup:
(1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu
pertambangan dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu
tentang ketuhanan dan methafisika. Filsafat praktis mencakup: (1)
norma-norma (akhlak); (2) urusa rumah tangga; (3) sosial dan politik.
Filusuf adalah orang yang mengetahui semua cabang-cabang ilmu
pengetahuan tadi.
Mungkinkah Manusia itu Mempunyai Pengetahuan ?
Masalah epistemologis yang sejak dahulu dan juga sekarang menjadi
bahan kajian adalah, apakah berpengetahuan itu mungkin ? Apakah dunia
(baca: realita) bisa diketahui ? Sekilas masalah ini konyol dan
menggelikan. Tetapi terdapat beberapa orang yang mengingkari
pengetahuan atau meragukan pengetahuan. Misalnya, bapak kaum sophis,
Georgias, pernah dikutip darinya sebuah ungkapan berikut, "Segala
sesuatu tidak ada. Jika adapun, maka tidak dapat diketahui, atau jika
dapat diketahui, maka tidak bisa diinformasikan."
Mereka mempunyai beberapa alasan yang cukup kuat ketika berpendapat
bahwa pengetahuan sesuatu yang tidak ada atau tidak dapat dipercaya.
Pyrrho salah seorang dari mereka menyebutkan bahwa manusia ketika
ingin mengetahui sesuatu menggunakan dua alat yakni, indra dan akal.
Indra yang merupakan alat pengetahuan yang paling dasar mempunyai
banyak kesalahan, baik indra penglihat, pendengar, peraba, pencium
dan perasa. Mereka mengatakan satu indra saja mempunyai kesalahan
ratusan. Jika demikian adanya, maka bagaimana pengetahuan lewat indra
dapat dipercaya ? Demikian pula halnya dengan akal. Manusia
seringkali salah dalam berpikir. Bukti yang paling jelas bahwa di
antara para filusuf sendiri terdapat perbedaan yang jelas tidak
mungkin semua benar pasti ada yang salah. Maka akalpun tidak dapat
dipercaya. Oleh karena alat pengetahuan hanya dua saja dan keduanya
mungkin bersalah, maka pengetahuan tidak dapat dipercaya.
Pyrrho ketika berdalil bahwa pengetahuan tidak mungkin karena
kasalahan-kesalahan yang indra dan akal, sebenarnya, ia telah
mengetahui (baca: meyakini) bahwa pengetahuan tidak mungkin. Dan itu
merupakan pengetahuan. Itu pertama. Kedua, ketika ia mengatakan bahwa
indra dan akal seringkali bersalah, atau katakan, selalu bersalah,
berarti ia mengetahui bahwa indra dan akal itu salah. Dan itu adalah
pengetahuan juga.
Alasan yang dikemukakan oleh Pyrrho tidak sampai pada kesimpulan
bahwa pengetahuan sesuatu yang tidak mungkin. Alasan itu hanya dapat
membuktikan bahwa ada kesalahan dalam akal dan indra tetapi tidak
semua pengetahuan lewat keduanya salah. Oleh karen itu mesti ada cara
agar akal dan indra tidak bersalah.
Menurut Ibnu Sina, ada cara lain yang lebih efektif untuk menghadapi
mereka, yaitu pukullah mereka. Kalau dia merasakan kesakitan berarti
mereka mengetahui adanya sakit (akhir dawa' kay).
" Cogito, ergosum "-nya Descartes.
Rene Descartes termasuk pemikir yang beraliran rasionalis. Ia cukup
berjasa dalam membangkitkan kembali rasionalisme di barat. Muhammad
Baqir Shadr memasukkannya ke dalam kaum rasionalis. Ia termasuk
pemikir yang pernah mengalami skeptisme akan pengetahuan dan realita,
namun ia selamat dan bangkit menjadi seorang yang meyakini realita.
Bangunan rasionalnya beranjak dari keraguan atas realita dan
pengetahuan. Ia mencari dasar keyakinannya terhadap Tuhan, alam, jiwa
dan kota Paris. Dia mendapatkan bahwa yang menjadi dasar atau alat
keyakinan dan pengetahuannya adalah indra dan akal. Ternyata keduanya
masih perlu didiskusikan, artinya keduanya tidak memberika hal yang
pasti dan meyakinkan. Lantas dia berpikir bahwa segala sesuatu bisa
diragukan, tetapi ia tidak bisa meragukan akan pikirannya. Dengan
kata lain ia meyakini dan mengetahui bahwa dirinya ragu-ragu dan
berpikir. Ungkapannya yang populer dan sekaligus fondasi keyakinan
dan pengetahuannya adalah " Saya berpikir (baca : ragu-ragu), maka
saya ada ".
Argumentasinya akan realita menggunakan silogisme kategoris bentuk
pertama, namun tanpa menyebutkan premis mayor. Saya berpikir, setiap
yang berpikir ada, maka saya ada.
Keraguan al Ghazzali.
Dari dunia Islam adalah Imam al Ghazzali yang pernah skeptis terhadap
realita, namun iapun selamat dan menjadi pemikir besar dalam filsafat
dan tashawwuf. Perkataannya yang populer adalah " Keraguan adalah
kendaraan yang mengantarkan seseorang ke keyakinan ".
Sumber Dana Alat Pengetahuan.
Setelah pengetahuan itu sesuatu yang mungkin dan realistis, masalah
yang dibahas dalam lliteratur-literatur epistimologi Islam adalah
masalah yang berkaitan dengan sumber dan alat pengetahuan. Sesuai
dengan hukum kausaliltas bahwa setiap akibat pasti ada sebabnya, maka
pengetahuan adalah sesuatu yang sifatnya aksidental -baik menurut
teori recolection-nya Plato, teori Aristoteles yang rasionalis-
paripatetik, teori iluminasi-nya Suhrawardi, dan filsafat-
materialisnya kaum empiris- dan pasti mempunyai sebab atau sumber.
Tentu yang dianggap sebagai sumber pengetahuan itu beragam dan
berbeda sebagaimana beragam dan berbedanya aliran pemikiran manusia.
Selain pengetahuan itu mempunyai sumber, juga seseorang ketika hendak
mengadakan kontak dengan sumber-sumber itu, maka dia menggunakan alat.
Para filusuf Islam menyebutkan beberapa sumber dan sekaligus alat
pengetahuan, yaitu :
Alam tabi'at atau alam fisik
Alam Akal
Analogi ( Tamtsil)
Hati dan Ilham
1. Alam tabi'at atau alam fisik
Manusia sebagai wujud yang materi, maka selama di alam materi ini ia
tidak akan lepas dari hubungannya dengan materi secara interaktif,
dan hubungannya dengan materi menuntutnya untuk menggunakan alat yang
sifatnya materi pula, yakni indra (al hiss), karena sesuatu yang
materi tidak bisa dirubah menjadi yang tidak materi (inmateri).
Contoh yang paling konkrit dari hubungan dengan materi dengan cara
yang sifatnya materi pula adalah aktivitas keseharian manusia di
dunia ini, sepert makan, minum, hubungan suami istri dan lain
sebagianya. Dengan demikian, alam tabi'at yang materi merupakan
sumber pengetahuan yang "barangkali" paling awal dan indra merupakan
alat untuk berpengetahuan yang sumbernya tabi'at.
Tanpa indra manusia tidak dapat mengetahui alam tabi'at. Disebutkan
bahwa, barang siapa tidak mempunyai satu indra maka ia tidak akan
mengetahui sejumlah pengetahuan. Dalam filsafat Aristoteles klasik
pengetahuan lewat indra termasuk dari enam pengetahuan yang
aksioamatis (badihiyyat). Meski indra berperan sangat signifikan
dalam berpengetahuan, namun indra hanya sebagai syarat yang lazim
bukan syarat yang cukup. Peranan indra hanya memotret realita materi
yang sifatnya parsial saja, dan untuk meng-generalisasi-kannya
dibutuhkan akal. Malah dalam kajian filsafat Islam yang paling akhir,
pengetahuan yang diperoleh melalui indra sebenarnya bukanlah lewat
indra. Mereka mengatakan bahwa obyek pengetahuan (al ma'lum) ada dua
macam, yaitu, (1) obyek pengetahuan yang substansial dan (2) obyek
pengetahuan yang aksidental. Yang diketahui secara substansial oleh
manusia adalah obyek yang ada dalam benak, sedang realita di luar
diketahui olehnya hanya bersifat aksidental. Menurut pandangan ini,
indra hanya merespon saja dari realita luar ke relita dalam.
Pandangan Sensualisme (al-hissiyyin).
Kaum sensualisme, khususnya John Locke, menganggap bahwa pengetahuan
yang sah dan benar hanya lewat indra saja. Mereka mengatakan bahwa
otak manusia ketika lahir dalam keadaan kosong dari segala bentuk
pengetahuan, kemudian melalui indra realita-realita di luar tertanam
dalam benak. Peranan akal hanya dua saja yaitu, menyusun dan memilah,
dan meng-generalisasi. Jadi yang paling berperan adalah indra.
Pengetahuan yang murni lewat akal tanpa indra tidak ada. Konskuensi
dari pandangan ini adalah bahwa realita yang bukan materi atau yang
tidak dapat bersentuhan dengan indra, maka tidak dapat diketahui,
sehingga pada gilirannya mereka mengingkari hal-hal yang metafisik
seperti Tuhan.
2. Alam Akal
Kaum Rasionalis, selain alam tabi'at atau alam fisika, meyakini bahwa
akal merupakan sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga
sebagai alat pengetahuan. Mereka menganggap akal-lah yang sebenarnya
menjadi alat pengetahuan sedangkan indra hanya pembantu saja. Indra
hanya merekam atau memotret realita yanng berkaitan dengannya, namun
yang menyimpan dan mengolah adalah akal. Karena kata mereka, indra
saja tanpa akal tidak ada artinya. Tetapi tanpa indra pangetahuan
akal hanya tidak sempurna, bukan tidak ada.
Aktivitas-aktiviras Akal
Menarik kesimpulan. Yang dimaksud dengan menarik kesimpulan adalah
mengambil sebuah hukum atas sebuah kasus tertentu dari hukum yang
general. Aktivitas ini dalam istilah logika disebut silogisme
kategoris demonstratif.
Mengetahui konsep-konsep yang general. Ada dua teori yang menjelaskan
aktivitas akal ini, pertama, teori yang mengatakan bahwa akal
terlebih dahulu menghilangkan ciri-ciri yang khas dari beberapa
person dan membiarkan titik-titik kesamaan mereka. Teori ini disebut
dengan teori tajrid dan intiza'. Kedua, teori yang mangatakan bahwa
pengetahuan akal tentang konsep yang general melalui tiga tahapan,
yaitu persentuhan indra dengan materi, perekaman benak, dan
generalisasi.
Pengelompokan Wujud. Akal mempunyai kemampuan mengelompokkan segala
yang ada di alam realita ke beberapa kelompok, misalnya realita-
realita yang dikelompokkan ke dalam substansi, dan ke dalam aksdensi
(yang sembilan macam).
Pemilahan dan Penguraian.
Penggabungan dan Penyusunan.
Kreativitas.
3. Analogi (Tamtsil)
Termasuk alat pengetahuan manusia adalah analogi yang dalam
terminologi fiqih disebut qiyas. Analogi ialah menetapkan hukum
(baca; predikat) atas sesuatu dengan hukum yang telah ada pada
sesuatu yang lain karena adanya kesamaan antara dua sesuatu itu.
Analogi tersusun dari beberapa unsur; (1) asal, yaitu kasus parsial
yang telah diketahui hukumnya. (2) cabang, yaitu kasus parsial yang
hendak diketahui hukumnya, (3) titik kesamaan antara asal dan cabang
dan (4) hukum yang sudah ditetapkan atas asal.
Analogi dibagi dua;
Analogi interpretatif : Ketika sebuah kasus yang sudah jelas
hukumnya, namun tidak diketahui illatnya atau sebab penetapannya.
Analogi Yang Dijelaskan illatnya : Kasus yang sudah jelas hukum dan
illatnya.
4. Hati dan Ilham
Kaum empiris yang memandang bahwa ada sama dengan materi sehingga
sesuatu yang inmateri adalah tidak ada, maka pengetahuan tentang in
materi tidak mungkin ada. Sebaliknya kaum Ilahi ( theosopi) yang
meyakini bahwa ada lebih luas dari sekedar materi, mereka mayakini
keberadaan hal-hal yang inmateri. Pengetahuan tentangnya tidak
mungkin lewat indra tetapi lewat akal atau hati.
Tentu yang dimaksud dengan pengetahuan lewat hati disini adalah
penngetahuan tentang realita inmateri eksternal, kalau yang internal
seperti rasa sakit, sedih, senang, lapar, haus dan hal-hal yang
iintuitif lainnya diyakini keberadaannya oleh semua orang tanpa
kecuali.
Bagaimana mengetahui lewat hati ?
Filusuf Ilahi Mulla Shadra ra. berkata, "Sesungguhnya ruh manusia
jika lepas dari badan dan berhijrah menuju Tuhannya untuk menyaksikan
tanda-tanda-Nya yang sangat besar, dan juga ruh itu bersih dari
kamaksiatan-kemaksiatan, syahwat dan ketarkaitan, maka akan tampak
padanya cahaya makrifat dan keimanan kepada Allah dan malakut-Nya
yang sangat tinggi. Cahaya itu jika menguat dan mensubstansi, maka ia
menjadi substansi yang qudsi, yang dalam istilah hikmah teoritis oleh
para ahli hikmat disebut dengan akal efektif dan dalam istilah
syariat kenabian disebut ruh yang suci. Dengan cahaya akal yang kuat,
maka terpancar di dalamnya -yakni ruh manusia yang suci- rahasia-
rahasia yang ada di bumi dan di langit dan akan tampak darinya
hakikat-hakikat segala sesuatu sebagimana tampak dengan cahaya
sensual mata (alhissi) gambaran-gambaran konsepsi dalam kekuatan mata
jika tidak terhalang tabir. Tabir di sini -dalam pembahasan ini-
adalah pengaruh-pengaruh alam tabiat dan kesibukan-kesibukan dunia,
karena hati dan ruh -sesuai dengan bentuk ciptaannya- mempunyai
kelayakan untuk menerima cahaya hikmah dan iman jika tidak dihinggapi
kegelapan yang merusaknya seperti kekufuran, atau tabir yang
menghalanginya seperti kemaksiatan dan yang berkaitan dengannya "
Kemudian beliau melanjutkan, "Jika jiwa berpaling dari ajakan-ajakan
tabiat dan kegelapan-kegelapan hawa nafsu, dan menghadapkan dirinya
kepada Alhaq dan alam malakut, maka jiwa itu akan berhubungan dengan
kebahagiaan yang sangat tinggi dan akan tampak padanya rahasia alam
malakut dan terpantul padanya kesucian (qudsi) Lahut ." (al-Asfar al-
Arba'ah jilid 7 halaman 24-25).
Tentang kebenaran realita alam ruh dan hati ini, Ibnu Sina berkata,
"Sesungguhnya para 'arifin mempunyai makam-makam dan derajat-derajat
yang khusus untuk mereka. Mereka dalam kehidupan dunia di bawah yang
lain. Seakan-akan mereka itu, padahal mereka berada dengan badan
mereka, telah melepaskan dan meninggalkannya untuk alam qudsi. Mereka
dapat menyaksikan hal-hal yang halus yang tidak dapat dibayangkan dan
diterangkan dengan lisan. Kesenangan mereka dengan sesuatu yang tidak
dapat dilihat mata dan didengar telinga. Orang yang tidak menyukainya
akan mengingkarinya dan orang yang memahaminya akan membesarkannya."
(al-Isyarat jilid 3 bagian kesembilan tentang makam-makam para 'arif
halaman 363-364)
Kemudia beliau melanjutkan, "Jika sampai kepadamu berita bahwa
seorang 'arif berbicara -lebih dulu- tentang hal yang gaib (atau yang
akan terjadi), dengan berita yang menyenangkan atau peringatan, maka
percayailah. Dan sekali-sekali anda keberatan untuk mempercayainya,
karena apa yang dia beritakan mempunyai sebab-sebab yang jelas dalam
pandangan-pandangan (aliran-aliran) tabi'at."
Pengetahuan tentang alam gaib yang dicapai manusia lewat hati jika
berkenaan dengan pribadi seseorang saja disebut ilham atau isyraq,
dan jika berkaitan dengan bimbingan umat manusia dan penyempurnaan
jiwa mereka dengan syariat disebut wahyu.
Islam dan Sumber-sumber Pengetahuan
Dalam teks-teks Islam -Qur'an dan Sunnah- dijelaskan tentang sumber
dan alat pengetahuan:
Indra dan akal
Allah swt. berfirman, "Dan Allah yang telah mengeluarkan kalian dari
perut ibu kalian, sementara kalian tidak mengetahui sesuatu pun, dan
(lalu) Ia meciptakan untuk kalian pendengaran, penglihatan dan hati (
atau akal) agar kalian bersyukur ". (QS. al-Nahl: 78).
Islam tidak hanya menyebutkan pemberian Allah kepada manusia berupa
indra, tetapi juga menganjurkan kita agar menggunakannya, misalnya
dalam al-Qur'an Allah swt. berfirman, "Katakanlah, lihatlah segala
yang ada di langit-langit dan di bumi." (QS. Yunus: 101 ). Dan ayat-
ayat yang lainnya yang banyak sekali tentang anjuran untuk
bertafakkur. Qur'an juga dalam membuktikan keberadaan Allah dengan
pendekatan alam materi dan pendakatan akal yang murni seperti,
"Seandainya di langit dan di bumi ada banyak tuhan selain Allah,
niscaya keduanya akan hancur." (QS. al-Anbiya': 22). Ayat ini
menggunakan pendekatan rasional yang biasa disebut dalam logika
Aristotelian dengan silogisme hipotesis.
Atau ayat lain yang berbunyi, "Allah memberi perumpamaan, seorang
yang yang diperebutkan oleh banyak tuan dengan seorang yang
menyerahkan dirinya kepada seorang saja, apakah keduanya sama ?" (QS.
al-Zumar: 29)
Hati
Allah swt berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah
kepada Allah, niscaya Ia akan memberikan kepada kalian furqon." (QS.
al-Anfal: 29) Maksud ayat ini adalah bahwa Allah swt. akan memberikan
cahaya yang dengannya mereka dapat membedakan antara yang haq dengan
yang batil.
Atau ayat yang berbunyi, "Dan bertakwalah kepada Allah maka Ia akan
mengajari kalian. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. al-
Baqarah: 282). Dan ayat-ayat yang lainnya.
Syarat dan Penghalang Pengetahuan.
Meskipun berpengetahuan tidak bisa dipisahkan dari manusia, namun
seringkali ada hal-hal yang mestinya diketahui oleh manusia, ternyata
tidak diketahui olehnya.
Oleh karena itu ada beberapa pra-syarat untuk memiliki pengetahuan,
yaitu :
Konsentrasi
Orang yang tidak mengkonsentasikan (memfokuskan) indra dan akal
pikirannya pada benda-benda di luar, maka dia tidak akan mengetahui
apa yang ada di sekitarnya.
Akal yang sehat
Orang yang akalnya tidak sehat tidak dapat berpikir dengan baik. Akal
yang tidak sehat ini mungkin karena penyakit, cacat bawaan atau
pendidikan yang tidak benar.
Indra yang sehat
Orang yang salah satu atau semua indranya cacat maka tidak mengetahui
alam materi yang ada di sekitarnya.
Jika syarat-syarat ini terpenuhi maka seseorang akan mendapatkan
pengetahuan lewat indra dan akal. Kemudian pengetahuan daat dimiliki
lewat hati. Pengetahuan ini akan diraih dengan syarat-syarat seperti,
membersihkan hati dari kemaksiatan, memfokuskan hati kepada alam yang
lebih tinggi, mengosongkan hati dari fanatisme dan mengikuti aturan-
aturan sayr dan suluk. Seorang yang hatinya seperti itu akan
terpantul di dalamnya cahaya Ilahi dan kesempurnaanNya.
Ketika syarat-syarat itu tidak terpenuhi maka pengetahuan akan
terhalang dari manusia. Secara spesifik ada beberapa sifat yang
menjadi penghalang pengetahuan, seperti sombong, fanatisme, taqlid
buta (tanpa dasar yang kuat), kepongahan karena ilmu, jiwa yang lemah
(jiwa yang mudah dipengaruhi pribadi-pribadi besar) dan mencintai
materi secara berlebihan.
Wal hamdulillah awwalan wa akhiran.
(Makalah Ust. Husein Al-Kaff dalam Kuliah Filsafat Islam di Yayasan
Pendidikan Islam Al-Jawad)
<!-- dari milis padhang-mbulan -->
|